Monday 19 October 2015

Waspada Pedofil !!!

Pedofilia 1.

Akhir- akhir ini sering sekali kita disuguhi berita kasus pencabulan anak di bawah umur dari media cetak maupun elektronik. Tak sedikit korban yang menjadi trauma, bahkan mengalami sadisme dan terbunuh oleh para predator anak(pedofil). Timbul kekhawatiran dari para orang tua dan masyarakat dari kasus - kasus yang terjadi akibat para pedofil selama ini. Para orang tua menjadi paranoid melihat fenomena kasus kekerasan seksual pada anak yang marak terjadi di masyarakat. Sebenarnya fenomena kasus berat dalam kekerasan seksual pada anak di dalam kriminalitas masyarakat, terjadi beberapa penyimpangan pada pelaku berupa:
1. Pedofilia,terjadi penyimpangan orientasi seksual pada anak di bawah umur;
2. Sadisme, yang dibarengi dengan jatuhnya korban(pembunuhan);
3. Psikopat /sosiopat, dimana pelaku merasa tidak bersalah atas perbuatan-nya. 

Pada medis, pedofilia didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja(pribadi dengan usia 16 atau lebih tua), biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak pra-pubertas (umumnya usia 13 tahun atau lebih muda). Anak harus minimal lima tahun lebih muda dalam kasus pedofilia remaja (16 atau lebih tua) baru dapat diklasifikasikan sebagai pedofilia. Kata pedofilia berasal dari bahasa Yunani,yaitu paidophilia (παιδοφιλια). Pais (παις) berarti "anak-anak" dan philia (φιλια, "cinta yang bersahabat" atau "persahabatan". meskipun ini arti harfiah telah diubah terhadap daya tarik seksual pada zaman modern, berdasarkan gelar "cinta anak" atau "kekasih anak," oleh pedofil yang menggunakan simbol dan kode untuk mengidentifikasi preferensi seksual mereka. 

Pedofilia pertama kali secara resmi diakui dan disebut pada akhir abad ke-19. Sebuah jumlah yang signifikan di daerah penelitian telah terjadi sejak tahun 1980-an. Saat ini, penyebab pasti dari pedofilia belum ditetapkan secara meyakinkan. Penelitian menunjukkan bahwa pedofilia mungkin berkorelasi dengan beberapa kelainan neurologis yang berbeda, dan sering bersamaan dengan adanya gangguan kepribadian lainnya dan patologi psikologis.  Istilah erotika pedofilia yang berhubungan dengan penyakit pedofilia diciptakan pada tahun 1886 oleh psikiater asal WinaRichard von Krafft-Ebing dalam tulisannya Psychopathia SexualisIstilah ini muncul pada bagian yang berjudul "Pelanggaran Individu Pada Abad Empat belas," yang berfokus pada aspek psikiatri forensik dari pelanggar seksual anak pada umumnya. Krafft-Ebing menjelaskan beberapa tipologi pelaku, membagi mereka menjadi asal usul psikopatologis dan non-psikopatologis, dan hipotesis beberapa faktor penyebab yang terlihat yang dapat mengarah pada pelecehan seksual terhadap anak-anak

Krafft-Ebing menyebutkan erotika pedofilia dalam tipologi "penyimpangan psiko-seksual." Dia menulis bahwa ia hanya menemukan empat kali selama karirnya dan memberikan deskripsi singkat untuk setiap kasus, daftar tiga ciri umumnya yaitu:
  1. Individu ter-cemari secara genetika (belastate hereditär);
  2. Daya tarik utama subyek adalah untuk anak-anak, daripada orang dewasa;
  3. Tindakan yang dilakukan oleh subjek biasanya tidak berhubungan, melainkan melibatkan tindakan yang tidak pantas seperti menyentuh atau me-manipulasi anak dalam melakukan tindakan pada subjek.

Pedofilia dapat digambarkan sebagai gangguan preferensi seksual, fenomenologis mirip dengan orientasi heteroseksual ataupun homoseksual. Oleh karena itu muncul sebelum atau selama pubertas, dan karena stabil sepanjang waktu. Pengamatan ini, bagaimanapun, tidak mengecualikan pedofilia dari kelompok gangguan jiwa karena tindakan pedofil menyebabkan kerugian, dan pedofilia kadang-kadang dapat dibantu oleh para profesional kesehatan mental untuk menahan diri dari bertindak atas impuls mereka. Psikolog Vernon Quinsey menolak hipotesis bahwa pelecehan seksual sewaktu kecil dapat mengubah seseorang menjadi pedofil. Akan tetapi statistik para pedofil secara umum menunjukkan korelasi yang signifikan, dimana kebanyakan dari mereka pernah mengalami kekerasan seksual semasa kecil. Selain itu, orang dewasa yang mengonsumsi obat terlarang dapat menjadi salah satu pemicu utama dalam kasus kekerasaan pada anak, karena timbul efek halusinasi dan rangsangan tertentu bagi para pemakainya.

Pada tahun 1993, peninjauan penelitian tentang pelecehan seksual anak, Sharon Araji dan David Finkelhor menyatakan bahwa karena bidang penelitian ini belum berkembang pada waktu itu, ada "masalah definisi" akibat dari kurangnya standardisasi di antara peneliti dalam penggunaan istilah "pedofilia". Mereka menyatakan, bahwa mereka menggunakan definisi yang lebih luas dalam makalah kajian mereka karena kriteria perilaku lebih mudah untuk mengidentifikasi dan tidak memerlukan analisis kompleks dari motivasi individu. Keduanya menguraikan dua definisi pedofilia sebagai berikut:
1. Definisi "restriktif" bentuk yang mengacu kepada individu dengan minat seksual yang kuat dan eksklusif pada anak-anak, dan 
2. definisi "inklusif", memperluas istilah tersebut dapat menyertakan pelaku yang terlibat dalam kontak seksual dengan seorang anak, termasuk "inses". 


Pedofilia 2.

Orang tua sering sekali tidak menyadari atau terlambat mengetahui bahwa anaknya menjadi korban kekerasan. Oleh karena itu penting bagi orang tua untuk mengenali tanda dan gejala kemungkinan anak menjadi korban kekerasan, antara lain adalah :

  • Mimpi buruk tanpa bisa dijelaskan penyebabnya;
  • Perhatian yang mudah teralih-kan atau banyak me-lamun;
  • Terdapat perubahan pada pola makan, seperti tidak mau makan, nafsu makan yang berkurang, kesulitan menelan;
  • Adanya perubahan mood yang drastis dari ceria menjadi mudah marah / tersinggung, serta merasa tidak aman dan takut;
  • Meninggalkan “kata kunci” seperti membicarakan tentang bagian tubuh terutama alat kelamin dan masalah seksual;
  • Menulis, menggambar, atau bermain hal hal yang berhubungan dengan masalah seksual;
  • Berpikir atau merasa dirinya kotor dan jahat;
  • Muncul perasaan takut terhadap orang tertentu atau tempat tertentu, namun sebelumnya tidak pernah;
  • Tiba – tiba memiliki benda atau uang atau pemberian tanpa alasan yang jelas;
  • Menunjukkan perilaku seksual orang dewasa;
  • Pada anak yang lebih besar tiba tiba perilakunya seperti anak kecil lagi yaitu meng-ompol, menggigit gigit jari, dan lain sebagainya; 
  • Menolak membuka baju dan pakaian lainnya pada saat mandi.
Sebagai cara mencegah putra putri kita menjadi korban para predator anak, maka perlu adanya tindakan preventif dari orang tua/ Pemerintah yang diajarkan kepada anak, melalui sosialisasi mengenai kejahatan seksual terhadap anak. Anak - anak dapat diberi informasi tentang bagaimana menjaga tubuh mereka agar tidak menjadi korban. Mereka perlu pengetahuan tentang tubuh mereka yang boleh atau tidak boleh disentuh oleh pihak lain, dan bagaimana menghadapi prilaku orang dewasa yang menyimpang seperti seorang pedofilia. Anak - anak ini perlu dijaga karena masa depan mereka menentukan bangsa kita di masa yang akan datang. Secara psikologis dan fisik, anak - anak ini sebenarnya memerlukan perhatian eksklusif dari orang dewasa, akan tetapi tidak berlebihan seperti prilaku para predator anak yang berkeliaran di luar sana. Mereka memberikan perhatian lebih kepada para anak - anak dengan tujuan tertentu, yaitu menjadikannya sebagai objek seksual. Berhati - hatilah terhadap mereka dan bekali putra putri Anda dengan pengetahuan yang dapat menjaga diri mereka dari ancaman para perusak bibit-bibit bangsa/pedofil, seperti mengenali anatomi tubuh diri bagi anak - anak. 


Rujukan: 


Video Sosialisasi Pencegahan Pelecehan Seksual Pada Anak

No comments:

Post a Comment

The Stroop Test